Manusia Menurut Islam


Manusia Menurut Islam
Disusun Oleh:

Trinopita
Suci Aftiani
Siti Ratnawati
Nur Hikmah
Fefi

Universitas Indraprasta PGRI
Jl. Raya Tengah, Kelurahan Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Telp. (021) 87797409
Website: http//www.unindra.ac.id Email: University@unindra ac.id

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul.
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam I Universitas Indra Prasta Fakultas Pendidikan Ekonomi Jakarta. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada :
1.    Bapak Bahrudin Salim, S.Ag., M.Ag. selaku dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Agama Islam I yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pkiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini.
2.    Rekan-rekan semua di kelas Pendidikan Ekonomi Ekstensi.
3.    Secara khusus kami menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada kami.
4.    Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Bogor, 14 Oktober 2012

Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………………………… 1
Daftar Isi ………………………………………………………………………………. 2
Bab I Pendahuluan ……………………………………………………………………. 3
1.1.  Latar Belakang………………………………………………………………. 3
1.2   Rumusan masalah…………………………………………………………… 4
1.3   Tujuan dan manfaat penulisan………………………………………………..4
1.4   Metode Penulisan……………………………………………………………. 4
1.5   Sistematika Penulisan……………………………………………………….. 4
Bab II Pembahasan …………………………………………………………………… 5
I.       Pengertian Manusia Dalam Berbagai Konsep………………………………... 5
II.    Proses Penciptaan Manusia……………………………………………………7
III. Tiga Alam Manusia………………………………………………………….....8
IV. Akal, Hati dan Ruh……………………………………………………………. 8
V.    Kedudukan Manusia  Sebagai Makhluk Sosial dan Khalifah Di Muka Bumi.11
Bab III Kesimpulan …………………………………………………………………. ..14
Bab IV Penutup ……………………………………………………………………….. 15
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………. 16



Bab I
Pendahuluan
1.2.            Latar Belakang
Manusia diciptakan Allah dan berada di dunia adalah untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Manusia ada di dunia karena sebagai tanda kebesaran Allah. Sebagai makhluk ciptaan Allah, maka manusia harus beriman atau berbakti kepada Allah. Dan dalam melaksanakan kehidupan manusia melaksanakan sholat sebagai bentuk ke-imanan kepada Allah (hablum minallah) dan berbuat baik kepada manusia dan alam sebagai bentuk hubungan sosial kemasyarakatan  (hablum minannas).
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna diantara makhluk yang lainnya. Sebenarnya manusia telah mencurahkan perhatian dan usaha yang sangat besar untuk mengetahui dirinya, kendatipun kita memiliki perbendaharaan yang cukup banyak dari hasil penelitian para ilmuwan, filosof, sastrawan, dan para ahli di bidang keruhanian sepanjang masa ini. Tapi kita (manusia) hanya mampu mengetahui beberapa segi tertentu dari diri kita. Kita tidak mengetahui manusia secara utuh. Yang kita ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari bagian-bagian tertentu, dan ini pun pada hakikatnya dibagi lagi menurut tata cara kita sendiri. Pada hakikatnya, kebanyakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh mereka yang mempelajari manusia kepada diri mereka hingga kini masih tetap tanpa jawaban.
Selain itu manusia pun memiliki potensi yang dapat membantu kehidupan manusia.Potensi diri manusia terdiri dari potensi fisik dan potensi non fisik. Potensi fisik adalah tubuh manusia sebagai sebuah system yang paling sempurna bila dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya seperti binatang, malaikat dan jin. Potensi non fisik adalah hati, qolbu, ruh, indera, dan akal pikiran. Potensi non fisik inilah salah satu pembahasan yang ada di makalah yang kami buat. Pembahasan di makalah ini kami buat untuk membantu teman-teman semua agar lebih mengetahui pembahasan mengenai manusia di dalam islam.

Penyusun,

1.2 Rumusan masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang manusia dalam pandangan islam, maka diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian manusia menurut islam dalam berbagai konsep?
2.      Bagaimana penciptaan manusia dalam islam?
3.      Apa saja 3 alam manusia itu?
4.      Bagaimana akal,hati dan ruh manusia itu?
5.      Bagaimana kedudukan manusia dalam sebagai makhluk sosial?
6.      Mengapa  manusia menjadi khalifah di muka bumi ini?

1.3             Tujuan dan manfaat penulisan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Tugas Pendidikan Agama I dan menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah.
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca tentang manusia dalam pandangan islam dan untuk membuat kita lebih memahami manusia dalam konsep dan penciptaannya dalam islam.

1.4             Metode Penulisan
Penulis memakai metode studi literatur dan kepustakaan dalam penulisan makalah ini. Referensi makalah ini bersumber tidak hanya dari buku, tetapi juga dari media media lain seperti e-book dan perangkat media massa yang diambil dari internet. 

1.5             Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun menjadi empat bab, yaitu bab pendahuluan, bab pembahasan, kesimpulan dan bab penutup. Adapun bab pendahuluan terbagi atas : latar belakang, rumusan makalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Sedangkan bab pembahasan dibagi berdasarkan subbab yang berkaitan dengan manusia dalam pandangan islam .ketiga bab kesimpulan dan keempat bab penutup.


BAB II
Pembahasan
Manusia Menurut Islam
I.                  Pengertian Manusia Dalam Berbagai Konsep
Banyak definisi yang dikemukakan ilmuwan menyangkut manusia yang hanya menjelaskan makhluk ini dari satu sisinya. Manusia adalah makhluk sosial, atau binatang cerdas yang menyusui, atau makhluk yang bertanggung jawab, atau makhluk membaca atau makhluk tertawa dan lain sebagainya.
Ada tiga kata dalam Al-Qur’an yang bisa diartikan sebagai manusia, yaitu al-basyar, an-nas, dan al-ins atau al-insan. Manusia adalah ciptaan Allah SWT dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Dalam Al-Quran surah al-Isra’(17) ayat 70 disebutkan bahwa manusia diberi kelebihan atas kebanyakan makhluk yang diciptakan. Allah menciptakan manusia dari tanah dan menugaskannya untuk memakmurkan bumi. Karena itu manusia digelari “ Khalifah di muka bumi”.
Al-basyar adalah gambaran manusia secara materi yang dapat dilihat, makan sesuatu, berjalan, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya. Manusia dalam pengertian al-basyar ini dapat pula dilihat dalam surah Ibrahim ayat 10, surah Hud ayat (11) ayat 26, surah al-mu’minun (23) ayat 24 dan 33, surah asy-Syu’ara (26) ayat 154, surah Yasin(36) ayat 15, dan surah al-Isra’ (17) ayat 93.
Dalam hadis Rasulullah SAW juga ditemui pengakuan akan ‘kemanusiaan’ dalam pengertian Al-Basyar, misalnya dalam hadis yang menyangkut permasalahan peradilan yang sangat terkenal, yakni ketika Rasullullah saw mengatakan,
“Sesungguhnya saya ini adalah seorang manusia seperti kamu juga. Kamu datang kepada saya untuk berperkara, barangkali sebagian kamu lebih pandai mengemukakan alat bukti dari sebagian yang lain, lalu aku putuskan perkara tersebut sesuai dengan keterangan yang saya terima…(HR. Bukhari dan Muslim dari Ummu Salamah).
Dari ayat Al-Quran dan hadis tersebut di atas terlihat bahwa manusia dalam al-bashar adalah manusia dengan sifat kemateriannya.
Manusia dalam al-Quran juga disebut an-nas. Seperti terdapat dalam surah al-Hujurat (49) ayat 13 yang artinya;
Hai manusia,sesungguhnya kami menciptakan kamu dan seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu”.
Kemudian manusia disebut al-ins atau al-insan dalam pengertian bahasa merupakan lawan dari “binatang liar”. Dalam al-Quran, sekalipun mempunyai akar kata yang sama, kedua kata tersebut mempunyai pengertian yang berbeda dan mempunyai keistimewaan yang berbeda pula.
Kata al-insan bukan berarti al-basyar saja dan bukan pula dalam pengertian al-ins. Al-insan dalam al-Quran mengandung pengertian makhluk mukalaf (ciptaan Tuhan yang dibebani tanggung jawab) pengemban amanah Allah SWT dan khalifah Allah SWT di atas bumi.
Bintu Syati (pakar dan dosen pada Universitas Qurawiyyin di Maroko) mengatakan bahwa manusia(al-insan) adalah khalifah Allah SWT di atas bumi yang diberi tanggung jawab dan amanah  karena kekhususannya adalah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, mempunyai ilmu, akal, dan memiliki kemampuan al-bayyan(berbicara). Semua itu mengandung resiko dengan adanya ujian yang akan menimpanya, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Istilah Manusia dalam Al-Quran

Ada tiga kata yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia yaitu:
l. Menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun, dan sin, semacam insan, ins, nas, atau unas.
2. Menggunakan kata basyar.
3. Menggunakan kata Bani Adam, dan zuriyat Adam.

Uraian ini akan mengarahkan pandangan secara khusus kepada kata basyar dan kata insan. Kata basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain.

Al-Quran menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna (dual) untuk menunjuk manusia dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Karena itu Nabi Muhammad Saw. diperintahkan untuk menyampaikan bahwa, Aku adalah basyar (manusia) seperti kamu yang diberi wahyu (QS Al-Kahf [18]: 110).

II.               Proses Penciptaan Manusia
Manusia tak akan mampu mengungkapkan secara pasti tentang hakekat dirinya. Manusia tidak mungkin dapat berdiri di tempat netral dan memandang dirinya secara bebas dari luar dirinya sendiri. Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan adalah memahami firman Allah Sang Pencipta, mencari isyarat-isyarat tentang hakekat manusia. Hanya pencipta manusialah yang paling tahu tentang manusia. Untuk itu selanjutnya pemahaman tentang manusia dirujukan kepada fenomena Alquran.
1.      Asal Kejadian dan Potensial Manusia
Asal usul manusia dalam pandangan Islam tidak terlepas dari figur Adam sebagai manusia pertama. Adam adalah manusia pertama yang diciptakan Allah di muka bumi dengan segala karakter kemanusiaannya. Figur Adam tidak dilihat dari sisi fisik semata, tetapi lebih penting bahwa Adam adalah manusia sempurna, lengkap dengan kebudayaannya sehingga diangkat sebagai khalifah di muka bumi.
Manusia yang baru diciptakan Allah itu ( Adam ) memiliki intelegensi yang paling tinggi dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Adam adalah manusia pertama yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan. Dengan itu manusia, membentuk kebudayaannya. Penciptaan manusia secara fisik pada kejadian selanjutnya melalui proses percampuran bahan dari laki-laki dan perempuan. Jika manusia ke dalam rahim terjadi proses kreatif, tahap demi tahap membentuk wujud manusia.
Sebagaimana dalam Qs.Al-mu’minun (23):14 yang artinya:
“ Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan ia makhluk yang berbentuk lain. Maha Sucilah Allah, Pencipta yang Paling Baik.” Qs. Al-mu’minun (23):14
III. Tiga Alam Manusia
Kita manusia, menyadari bahwa sekian banyak hal berada di sekeliling kita. Anda pun tentu menyadari bahwa ada buku yang anda baca ini adalah alam indrawi yang  kita rasakan dan dirasakan oleh binatang, karena mereka pun paling sedikit mengetahui adanya apa yang terjangkau oleh mata, terlepas apakah mereka memahami atau tidak. Pikiran yang ditulis dan dituangkan dalam tulisan ini, dan tanggapan anda terhadapnya adalah alam lain yang hanya dimiliki manusia.
Itulah yang menunjukkan kehadiran alam lain dari alam indrawi sebelum ini, serta melebihi tingkatannya. Selamjutnya kita berfikir tentang diri kita dana apa yang ada di dalamnya. Ketika itu kita menemukan adanya keinginan atau dorongan untuk berbuat sesuatu baik maupun buruk. Ada dorongan yang mengantar kita menyadari bahwa ada alam  di atas kita bahkan ada Tuhan Pencipta kita dan Pencipta alam semesta. Boleh jadi seperti yang dikemukakan oleh “Bapak Sosiologi” dapat membuktikan kebenaran bahwa adanya alam ketiga, melalui mimpi-mimpi yang tidak kita pikirkan sebelumnya lalu kita lihat dalam tidur dan selanjutnya terbukti di alam nyata.
IV. Akal, Hati dan Ruh
a.    Akal
manusia adalah makhluk berfikir. Demikian para pakar melukiskan manusia dengan menunjuk salah satu keistimewaannya. Akal dalam pandangan agama dana agamawan adalah apa yang dengannya seseorang secara sadar mengabdi kepada Allah dan dengan menggunakan seseorang akan meraih surge-Nya. Karena itu sekian banyak orang yang kita namai pemikir, di Hari kemudian nanti akan berkata seperti yang di uraikan Al-Quran QS. Al-Mulk [67]: 10-11).
      .السَّعِيرِ أَصْحَابِ فِي كُنَّا مَا نَعْقِلُ  أَوْ نَسْمَعُ كُنَّا لَوْ  وَقَالُوا
                        .لسَّعِيرِ ا لأصْحَابِ فَسُحْقًا بِذَنْبِهِمْ فَاعْتَرَفُوا
 “Dan mereka berkata,’ Sekiranya kami mendengarkan guna menarik pelajaran atau berakal yakni memiliki potensi yang dapat menghalangi kami terjerumus dalam dosa, niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala. Demikian itu dengan ucapan itu mereka mengakui secara sungguh-sungguh dosa mereka pada saat tidak lagi berguna pengakuan dan penyesalan. Maka kebinasaaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”.
Akal adalah utusan kebenaran, ia adalah kendaraan pengetahuan, serta pohon yang membuahkan istiqamah dan konsistensi dalam kebenaran. Karena itu manusia baru manusia kalau ada akalnya. Akal pun bukan hanya daya pikir tetapi gabungan dari sekian daya dalam diri manusia yang menghalanginya terjerumus ke dalam dosa dan kesalahan. Oleh karena itu lah dinamai oleh Al-Quran aql (akal) yang secara harfiah berrati tali yakni mengikat nafsu manusia dan menghalanginya terjerumus ke dalam dosa pelanggaran dan kesalahan.
b.   Hati
Hati hanya akan merasa bahagia dengan ikhlas beribadah kepada Allah SWT. Ia hanya akan merasa tenang dengan zikir dan menaati Allah SWT. Seorang hamba sepatutnya berusaha melembutkan dan menyucikan  jiwanya sesuai ketentuan Allah SWT dalam kitabNya dan Sunnah RasulNya. Allah SWT menganugerahkan kemudahan kepada hambaNya dalam menyusuri jalan kebaikan serta memalingkannya dari kemungkaran. Karena di dalam Hadist Riwayat Al-bukhari menjelaskan bahwa hati manusia terdapat dari segumpal daging yang mana apabila ia baik maka baik pula jasadnya dan apabila dia rusak maka rusak pula jasadnya.
 “Ketahuilah, bahwa di dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik maka baik pula seluruh jasadnya, dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu ialah Hati.” (HR.Al-Bukhari)
Maka dari itu manusia harus memperhatikan hal-hal yang bisa membersihkan jiwa dan melembutkan hati agar selalu patuh pada syariat Allah karena membersihkan jiwa dan melembutkan hati merupakan salah satu faktor kebaikan yang paling agung di dunia dan akhirat.
llmu penyucian jiwa lebih penting bagi para penuntut ilmu dibanding ilmu-ilmu tentang ibadah yang lain. Sebagaimana pentingnya air bagi ikan dan udara bagi manusia. Hal ini karena ilmu penyucian jiwa bisa digunakan untuk :
Pertama, memperbaiki hati. Ada yang mengatakan , “Hati yang baik akan mudah menyerap ilmu, sebagaimana tanah yang subur akan mudah ditanami.”
Kedua, agar mereka memperbarui taubat kepada Allah setiap pagi dan sore. Sebagaimana ulama salaf mengatakan, “Barangsiapa yang tidak bertaubat pada pagi dan sore, ia termasuk orang yang zalim”.
Ketiga, agar penuntut ilmu tidak patah semangat terhadap cobaan yang menimpanya. Misalnya, ada orang yang sangat cerdas dan giat dalam menuntut ilmu syar’i, namun karena keistimewaan ini, ia dirasuki sifat sombong atau riya’ sehingga menyebabkan celaka.
Seperti dalam kisah tiga orang yang dipanggang pertama kali dalam api neraka, disebabkan perbuatan hatinya.
 “Berbagai fitnah akan dihadapkan pada hati bagaikan tikar yang dibentangkan helai demi helai. Mana saja hati yang termakan oleh fitnah tersebut akan ditempeli oleh bintik hitam, dan hati yang tidak tergoda oleh fitnah itu akan ditempeli oleh bintik putih, sehingga ada dua macam hati: hati yang hitam legam bagai cangkir jubung yang miring, yang tidak mengetahui kebaikan dan tidak menolak kemungkaran, ia hanya menurutkan hawa nafsunya dan hati yang putih bersih yang tidak tergoda oleh fitnah selama masih ada langit dan bumi.” (HR.Muslim)
Dari uraian diatas bisa diambil kesimpulan, jalan meraih kebahagiaan ialah dengan memperhatikan, memperbaiki, dan mengobati penyakit-penyakit hati supaya selalu menaati Rabb-Nya. Karena orang yang beruntung ialah orang yang mendapat pertolongan dan petunjuk-Nya sesuai dalam kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya.
c.                   Ruh
Manusia jelas bukan hanya jasad yang terbentuk materi. Dia juga bukan binatang yang sekedar makan, minum dan berhubungan seks. Dalam diri manusia terdapat sesuatu yang lebih dari itu. Sesuatu yang unik itu yang menjadikan makhluk unik yang wajar menerima penghormatan dari para malaikat. Dia yang dilukiskan oleh Allah dengan kata  ruh. Seperti dalam firman-Nya (QS. Al_Hijr [15]: 29)
15:29 “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadian (fisiknya), dan telah meniupkan ke dalamnya Ruh (ciptaan)-Ku, maka tundukklah kamu kepadanya dengan bersujud”. (QS. Al_Hijr [15]: 29)
Manusia sebenarnya merasakan adanya sesuatu pada dirinya sesuatu yang bebas dari ikatan waktu dan tempat, yang aktif pada saat jaga dan tidurnya serta dapat menerima aneka gambar dalam mimpi serta khayalan dalam saat sadarnya walau tanpa dia mengusahakan kehadirannya,khayalan menyangkut masa lalu yang sangat jauh atau masa yang akan datang. Itu adalah ruh, yang hingga kini walau diakui wujudnya namun hakikatnya masih remang-remang, kalau enggan berkata misterius.
Ruh adalah sesuatu yang sangat misteri dan kebanyakan nalar manusia lemah, sehingga bila diuraikan juga maka mereka tidak akan memahaminya. Namun demikian agama mempersilahkan akal manusia untuk berusaha memahaminya tanpa harus mengaitkan dengan ayat Al-quran. Seperti di dalam QS. Al-Isra [17]: 85 menyatakan :
Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah:”Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”
V.Kedudukan Manusia  Sebagai Makhluk Sosial dan Khalifah Di Muka Bumi
a.    Manusia Sebagai Makhluk Sosial
“Khalaqo al-insana min ‘Alaq”. Ayat kedua yang diterima oleh Nabi Muhammad Saw. Manusia diciptakan Allah dari al-Alaq. Dari segi pengertian kebahasaan kata ‘alaq antara lain berarti sesuatu yang tergantung. Salah satu periode kejadian manusia ketika berada dalam rahim ibu adalah ketergantungan hasil pertemuan sperma dan ovum yang membelah dan membelah sambil berjalan menuju dinding rahim lalu bergantung atau berdempet dengan dengannya. Yang berdempet itu bernama zigot oleh pakar-pakar embriologi. Kata ‘alaq juga berarti ketergantungan manusia kepada pihak lain. Ia tidak dapat hidup sendiri.
Kehendak dan usaha manusia hanyalah sebagian dari sebab-sebab guna memperoleh apa yang didambakan, sedang sebagai yang lainnya yang tak terhitung banyaknya berada di luar kemampuan manusia, padahal apa yang didambakan itu tidak dapat tercapai kecuali jika sebab lain yang terpenuhi dan bergabung dalam jangkauan upaya manusia.
Dengan adanya saling butuh itu, maka manusia-suka atau tidak suka-tidak dapat mengelak dari kerja sama. Semakin banyak kebutuhan dan semakin sedikit kemampuan memenuhinya, maka semakin seorang tergantung kepada selainnya. Demikian pula sebaliknya. Kita tidak bisa menarik pelajaran, tidak juga dapat saling melengkapi, bahkan tidak dapat bekerjasama tanpa saling mengenal.
b.   Khalifah di Muka Bumi
Manusia dengan perangkat yang dimilikinya diserahi tugas hidup yang merupakan amanat dari Allah. Tugas itu akan dipertanggungjawabkan dihadapan-Nya pada saatnya nanti. Tugas besar yang dipikul manusia di muka bumi disebut tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan wakil Allah di muka bumi, pengelola dan pemelihara alam.
   Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasan. Manusia menjadi khalifah memegang mandate Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia itu bersifat kreatif yang memungkinkan dirinya untuk mengolah serta mendayagunakan segala sesuatu di muka bumi untuk kepentingan hidupnya.
   Sebagai wakil Tuhan, maka Tuhan mengajarkan kepada manusia kebenaran-kebenaran dalam segala ciptaan-Nya, dan melalui pemahaman serta penguasaan terhadap hukum-hukum kebenaran yang terkandung dalam ciptaan-Nya, manusia dapat menyusun konsep-konsep serta melakukan rekayasa membentuk wujud baru dalam alam kebudayaan.
Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang berupa kebebasan memilih dan menentukan sehingga dengan kebebasannya melahirkan kreatifitas yang dinamis. Kebebasan manusia di muka bumi disebabkan karena kedudukannya untuk memimpin, sehingga pemimpin tidak tunduk dengan siapapun disekelilingnya, kecuali kepada yang memberikan kepemimpinan itu. Karena itu, kebebasan manusia sebagai khalifah bertumpu pada landasan tauhidullah, sehingga kebebasan yang dimilikinya tidak menjadikannya bertindak sewenang-wenang.
                                                                                                 
Bab III
Kesimpulan
Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling sempurna di bandingkan makhluk yang lain. Makhluk Allah yang satu-satunya diberi akal dan pikiran. Manusia sering juga disebut sebagai khalifah, karena manusia diciptakan di muka bumi ini diamanatkan untuk membimbing manusia untuk berbuat kebaikan.
Manusia tercipta dari tanah, yaitu dari sari patih yang dimakan oleh manusia itu sendiri. Kemudian saripati air mani itu disimpan ditempat yang kokoh yaitu rahim manusia. Air mani itu dijadikan segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging dan segumpal daging itu dijadikan tulang belulang dan tulang belulang itu dibungkus dengan daging. Barulah Allah memberikan ruh pada manusia untuk hidup dipermukaan bumi ini.



Bab IV
Penutupan
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Kami sangat berharap untuk pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran  yang membangun  untuk kami demi sempurnanya makalah ini dan dapat diberi kesempatan untuk membuat makalah berikutnya. Semoga makalah ini berguna untuk kami khususnya juga para pembaca yang budiman umumnya.
                                                               



Daftar Pustaka
Shihab,M.Quraish,Dr. 2004. Dia Di Mana-Mana (Tangan Tuhan Dibalik Setiap Fenomena). Jakarta: Lentera Hati.
Suryana Toto,Alba Cecep,Syamsudin. E, dan Asyiyah,Udji.1997: Bandung. Penerbit: Tiga            Mutiara.
Armando,Nina M. 2005. Ensiklopedi Islam: Jakarta. Penerbit. PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Farid,Ahmad,Dr. Al-Bahru Ar-raa’iq fiz Zuhudi war raqaa’iq. Penerbit: Ummul Qura.
Srijanti,Purwanto dan Pramono,wahyudi. 2009. Etika Membangun Masyarakat Islam Modern: Yogyakarta. Penerbit. Graha Ilmu.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Perkembangan Peserta Didik (Otak Manusia)

Definisi Ekonomi Surplus

Seberkas Cahaya Kasih